Pengertian Tasawuf, Tujuan, Manfaat Tasawuf dan ilmu tasawuf |
Istilah tasawuf yang sering juga disebut dengan istilah sufi memang sangat jarang kita gunakan dalam kehidupan sehari – hari. Meskipun begitu, sebagai umat insan yang terus belajar, sudah sepatutnya kita mengetahui arti atau pun makna istilah tasawuf.
Untuk membantu kita dalam memahami pengertian kata tasawuf, berikut merupakan beberapa pendapat hebat dan juga Tokoh Agama Islam mengenai arti kata tasawuf :
Beberapa Pengertian Tasawuf
Menurut Wikipedia, pengertian tasawuf ialah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.Selain pengertian di atas, berikut merupakan beberapa pendapat yang coba diungkapkan ulamah mengenai ilmu tasawuf :
Mr. G. B. J Hiltermann & Prof. Dr. P. Van De Woestijne
Menurut mereka, tasawuf merupakan paham gaib dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan Yoga di India. Tasawuf juga sanggup digolongkan ke dalam dunia asketis – mistis dalam pemikiran Islam.
Dr. C. B. Van Haeringen
Menurut Dr. C. B. Van haeringen, pengertian tasawuf ialah aliran kerohanian gaib (mystiek geestroming) dalam agama Islam.
J. Kramers Jz
Menurut J. Kramers Jz, tasawuf merupakan pemikiran gaib yang dianut oleh sekelompok kepercayaan di timur terutama kawasan sekitar Persi dan India yang mengajarkan bahwa setiap yang ada di dunia merupakan sesuatu yang khayali, insan dianggap sebagai pancaran dari Tuhan dan sudah seharusnya selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan Tuhan.
Prof. Dr. H. Abubakar Aceh
Menurut Prof. Dr. H. Abubakar Aceh, tasawuf merupakan aliran gaib yang pada awalnya berasal dari banyak sekali aliran gaib Masehi, Persi, Platonisme, dan India yang secara perlahan – lahan menghipnotis aliran – alirah / pemikiran – pemikiran yang ada di dalam agama Islam.
Amien Jaiz
Menurut MH. Amien Jaiz, paham tasawuf intinya berasal dari dua unsur yaitu yang pertama dari unsur perasaan kebatinan yang terdapat pada orang Islam di awal perkembangan pemikiran agama Islam, dan yang kedua ialah unsur adab atau pun kebiasaan orang Islam gres yang berasal dari pemikiran – pemikiran agama / kepercayaan lainnya yang sudah ada / dianut sebelumya.
Ruwaifi bin Sulaimi, Lc
Menurut Ruwaifi bin Sulaimi, Lc, tasawuf atau pun sufi merupakan salah satu ilmu yang dianut orang – orang yang mengaku islam dan intinya bukanlah merupakan pemikiran Rasulullah SWT dan bukan pula pemikiran / ilmu yang diwariskan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu.
Etimologi
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum ialah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Ada juga yang beropini bahwa sufi berasal dari kata saf, yakni barisan dalam sholat. Suatu teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi ialah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh pementingan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa.[2] Teori lain menyampaikan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.Sejarah paham
Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal ajakan pemikiran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber menyampaikan bahwa ilmu tasawuf sangat lah membingungkan.Sebagian pendapat menyampaikan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah[3]. Dan orang-orang Islam gres di kawasan Irak dan Iran (sekitar kurun 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, hingga karenanya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang penganut paham tersebut disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi menyampaikan bahwa asal ajakan pemikiran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, ibarat telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad [4].
Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam pada zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya lantaran faktor politik.Pertikaian antar umat Islam lantaran karena faktor politik dan kudeta ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sehabis Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melaksanakan gerakan ‘uzlah , yaitu menarik diri dari hingar-bingar persoalan duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada kurun kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figur lain ibarat Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah.[5]
Definisi Sufisme
- Yaitu paham gaib dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan pemikiran Yoga di India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- Yaitu aliran kerohanian gaib (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van Haeringen).
Pendapat yang menyampaikan bahwa sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:
- Asal ajakan pemikiran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka ialah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika lebih banyak didominasi masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995) [6]
- Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374), I, 4.] [7].
- Sufi tidak lain ialah pemikiran untuk mencapai maqam Ihsan (sebagaimana tersebut dalam hadist) atau mencapai status muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada ALLAH).
- Tasawuf ialah penafsiran bathin (psikologis) dari ayat-ayat Alquran ibarat : Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain ALLAH ialah ibarat laba-laba yang menciptakan rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (Quran, 29:41). Dalam Tasawuf, yang dimaksud pelindung dalam ayat ini juga termasuk pelindung secara psikologis, sebagaimana kita ketahui insan banyak menggantungkan keberhargaan dirinya kepada dunia (seperti harta, jabatan, pasangan, teman, dll). Dalam Tasawuf, keberhargaan diri hanya boleh digantungkan kepada ALLAH. Karena bila memang mereka percaya ALLAH ialah yang paling kuat dan berharga, maka menggantungkan kepada selain ALLAH ialah taghut (sesembahan). Inilah kenapa dalam tareqahnya, seorang Sufi (penempuh Tasawuf) harus bisa menjadikan ALLAH sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan penghargaan dirinya. Dalam istilah lain, Tasawuf ialah pemikiran untuk mencapai Tauhid secara bathin (psikologis).
- Sisi psikologis (bathin) yang terdapat dalam ajaran-ajaran Kristen, Budha, dll sebaiknya tidak menafikan keberadaan Tasawuf sebagai sisi psikologis (bathin) dalam pemikiran Islam. Hal ini lantaran Islam ialah pemikiran penyempurna sehingga tidak harus sepenuhnya gres dari ajaran-ajaran yang terdahulu. Adanya sisi bathin dalam ajaran-ajaran yang sebelumnya ada malahan memperkuat status Tasawuf lantaran tentunya harus ada garis merah antara agama-agama yang besar, lantaran kemungkinan besar ajaran-ajaran tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa kebenaran yang ibarat dengan Tasawuf sebagai sisi bathin (psikologis) dari pemikiran Islam.
Pendapat yang menyampaikan bahwa tasawuf berasal dari luar agama Islam:
- Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme, dampak Persi dan India ikut memilih paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam pemikiran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- (Sufisme)yaitu pemikiran gaib (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), insan sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. Kramers Jz).
- Al Alquran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang ketika itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya kawasan dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat pemikiran kebatinannya dan telah mengikuti pemikiran mistik, keyakinan mencari-cari korelasi perseorangan dengan ketuhanan dalam banyak sekali bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan gaib yang ada pada kaum Muslim kurun 2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak tertangkap berair masuk dalam kehidupan kaum Muslim lantaran pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik (akibat paham mistik) ini makin hari makin luas menerima sambutan dari kaum Muslim, meski menerima tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian banyak sekali aliran gaib ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran gaib Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).
- Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam semenjak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau kebiasaan orang Islam gres yang bersumber dari agama-agama non Islam dan banyak sekali paham mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan pemikiran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur pemikiran Islam. Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980)[8].
- Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan lantaran suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah pemikiran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri pemikiran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari verbal atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan pemikiran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal ajakan pemikiran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat insan Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa pemikiran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc) [9].
Tokoh tasawuf di Indonesia
Tokoh –tokoh yang memengaruhi tasawuf di Indonesia yaitu: Syeikh ‘Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a (Abah Sepuh) Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Hamzah Al-Fasuri, Nurddin Ar-Raniri, Syekh Abdurrauf As-Sinkili dan Syekh Yusuf Al-Makasari.
Adapun tokoh-tokoh Tasawuf yang kuat di Cirebon[1] diantaranya ialah Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Sunan Gunungjati, Syekh Nurjati, guru dari Sunan Gunungjati, Syekh Abdullah Iman atau yang terkenal dengan sebutan Pangeran Cakrabuana, Syekh Mulyani atau yang terkenal dengan sebutan Syekh Royani yang melahirkan para ulama di Srengseng, sebuah desa yang terkenal di Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Mbah Kriyan, Syekh Tholhah yang menjadi guru dari Syeikh 'Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a., Syekh Jauharul Arifin pendiri Pondok Pesantren Al-Jauhariyah Balerante, Palimanan, Kabupaten Cirebon, dan tokoh-tokoh Cirebon yang lain.
Contoh paham
Berikut tumpuan paham Sufi atau paham tasauf:
Kedudukan syariat dalam empat tingkatan spiritual
Syari'at dalam perspektif paham tasawuf ada yang menggambarkannya dalam skema Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam, syariat, tariqah atau tarekat, hakikat. Tingkatan keempat, ma'rifat, yang 'tak terlihat', bahu-membahu ialah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari keempat tingkatan spiritual tersebut.
Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka tidak mungkin mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, bila seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) tarekat, hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami hakikat, maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan tarekat.
Paham kesatuan wujud
Paham kesatuan wujud ialah paham yang dibawa oleh Ibnu Arabi pada kurun ke-3 Hijriah. Tokoh-tokohnya antara lain ialah Ibnu Arabi, Mansur al Hallaj, dan Jalaludin Rumi. Paham ini ditolak oleh Al Ghazali dan Ibnu Taymiah.
Ketika tidak ada gerak bagimu untuk dirimu sendiri maka tepat yakinmu, dan ketika tidak ada wujudmu bagimu maka tepat tauhidmu. [2] Maknanya: ketika kau fana dari wujudmu lantaran tidak adanya pandanganmu terhadap wujudmu sama sekali, dengan cara kau tidak melihat wujud bagi dirimu beserta wujud Gusti-mu Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempuna tauhidmu. Hal itu, lantaran kau telah menyatakan Gusti-mu dan kau mempertimbangkan pandanganmu didalamnya. Maka kau melihat wujudmu, yaitu semua amalmu dari Allah swt sebagi ciptaan, maka ketika ini, kau tidak melihat wujud kecuali Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia. Maka ketika itu telah tepat tauhidmu. Karena hamba selagi melihat wujud dan amalnya sendiri, maka tidak tepat tauhidnya berdasarkan para muwahhidiin muhaqqiqiin para petauhid sempurna. Karena ia masih melihat dirinya sanggup berzakat yang amal itu keluar dari dirinya. Berbeda dengan muwahhidiin muhaqqiqiin (para petauhid sempurna), ia (mereka) telah hilang dari wujud dirinya yang majazi dan rusak dengan alasannya ialah wujud Allah swt yang Maha Ada yang kekal dan hakiki. Hal itu ketika Allah swt telah memperlihatkan kenyataan padanya wacana hakikat-hakikat, kemudian ia melihat dengan cahaya Tuhan-nya yang telah dititipkan pada relung hatinya, bahwa sesungguhnya Allah swt telah mewujudkan dirinya dengan anugerah-NYA dan menolongnya dengan kasih-NYA, kemudian ia tidak melihat dalam wujud selain Allah swt dan tidak melihat kasih selain Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempurnalah tauhidnya.
Menurut al-Banjari, kaum wujudiyyah (orang-orang yang memahami wacana wahdatul wujud) itu ada dua golongan: wujudiyyah mulhid dan wujudiyyah muwahhid. wujudiyyah mulhid termasuk golongan yang sesat lagi zindiq. Wujudiyyah muwahhid, berdasarkan dia, “yaitu segala hebat sufi yang sebenarnya”, mereka dinamakan kaum wujudiyyah ”karena bicaranya dan perkataannya dan itikadnya itu pada wujud Allah”. Ia tidak menjelaskan isi pemikiran mereka, tetapi sebagai lawan dari wujudiyyah mulhid tadi, wujudiyyah muwahhid tentu tidak menganggap bahwa Allah tidak “tiada maujud melainkan di dalam kandungan wujud segala makhluk”, atau “bahwa Allah itu tertangkap berair zat (esensi)-Nya positif kaifiat-Nya daripada pihak ada. Ia waujud pada kharij dan pada zaman dan makan”, dan tidak pula membenarkan pernyataan-pernyataan seumpama “tiada wujudku, hanya wujud Allah”, dan sebagainya, yang mencerminkan pandagan wujudiyyah mulhid itu. Keterangan al-Banjari mengenai pemikiran kaum wujudiyyah mulhid itu kelihatan sangat ibarat dengan keterangan ar-Raniri, yang dalam kurun sebelumnya menyanggah penganut-penganut di Aceh.
Berdasarkan klarifikasi ini, intinya sama dengan pemikiran wahdah al-wujud Ibnu Arabi. Ajaran ini juga memandang alam semesta ini sebagai penampakan lahir Allah dalam arti bahwa wujud yang hakiki hanya Allah saja -alam semesta ini hanya bayangan- bayang-Nya. Dari satu segi, pemikiran ini kelihatan sama dengan pemikiran tauhid tngkat tertinggi. Kedua pemikiran itu memandang bahwa wujud yang hakiki hanya satu-Allah, tetapi dari lain segi wujudiyyah muwahhid dan wihdah al-wujud ini tidak sama dengan pandangan “bahwa yang ada hanya Allah” dalam pemikiran yang terakhir ini hanya tercapai dalam keadaan yang disebut fana, yakni terhapunya kesadaran akan wujud yang lain, sedang dalam pemikiran wihdah al-wujud, pandangan tersebut kelihatan sebagai hasil penafsiran atas fenomena alam yang serba beragam ini.
Di samping itu, pandangan tauhid tingkat tertinggi itu, sepertinya didasarkan atas perkiraan bahwa esensi Allah yang mutlak itu sanggup dikenali secara langsung, tanpa melalui penampakan lahir-Nya, perkiraan ini dibantah oleh Ibnu Arabi, lantaran berdasarkan ia Allah hanya bisa dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Naskah Klasik [4] Keagamaan Nusantara I Cerminan Budaya Bangsa, Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Puslitbang Lektur Keagamaan, 2005: 49-50). [5]
Tasawuf dan ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang pada zaman Yunani kuno diberi citra, bahkan diidentikkan dengan filsafat. Tasawuf sebagai ilmu juga diarahkan untuk kepentingan agama (Kristiani), gres memperoleh sifat kemandiriannya semenjak adanya gerakan Renaissance dan Aufklarung. Semenjak itu pula insan merasa bebas, tidak mempunyai akad dengan apa atau siapapun (agama, tradisi, sistem pemerintahan, otoritas politik dan lain sebagainya) selain akad dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasannya dalam memilih cara dan sarana menuju kehidupan yang hendak dicapai.[12]
Kesenian sufi
Sufisme telah menyumbang cukup banyak puisi dalam Bahasa Arab, Bahasa Turki, Bahasa Farsi, Bahasa Kurdi, Bahasa Urdu, Bahasa Punjab, Bahasa Sindhi, yang paling dikenal meliputi karya dari Jalal al-Din Muhammad Rumi, Abdul Qader Bedil, Bulleh Shah, Amir Khusro, Shah Abdul Latif Bhittai, Sachal Sarmast, Sultan Bahu, tradisi-tradisi dan tarian persembahan ibarat Sama dan musik ibarat Qawalli.
Di Cirebon, kesenian yang bekerjasama dengan Kesenian Sufi ini ialah Brai, Gembyung, Terbang, Genjring Santri, dan lainya. Kebanyakan Jenis Kesenian yang beredar di Cirebon terkait dengan perkembangan paham tasawuf tersebut.
Beberapa buku yang telah di tulis oleh para seniman, budayawan, dan sejarahwan Cirebon menguatkan anggapan ini. Buku-buku yang memuat wacana kesenian Cirebon yang berakar pada pemikiran tasawuf ini diantaranya ialah Budaya Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon yang di tulis oleh Rokhmin Dahuri dkk pada tahun 2004 dan di cetak oleh PNRI. Selanjutnya buku Deskripsi Kesenian Cirebon yang di susun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kaupaten Cirebon yang salah satu anggota penyusunnya ialah Bapak Kartani. Dalam banyak kesempatan Kartani selalu menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi lantaran media kesenian sangat cocok untuk berdakwah pada ketika itu Mertasinga 2004.
Jika seni dan kesenian dijadikan sebagai media dakwah, maka sangat munfisme/tasawuf yang selalu menitik beratkan pada niat baik dalam segala aktiitas yang dijalnkannya. tasawuf itu sulit didefinisikan supaya sanggup dipahami dengan mudah
Doa Sarmadiyah
DOA SARMADIYAH : Yang orang banyak menyebutnya dengan “Doa Ilmu Cahaya Ilahi” merupakan amalan dari Syaikh Abu Hayyullah AL-Marzuki Al-Maliky yang di kutib dari kitabJawahirul Lama’ah, ia ini merupakan ulama hebat pesan tersirat pada kurun 7 Hijriah, bermazhab Maliky. Sesuai dengan maksud isi doanya, Insy Allah dengan izinNya akan membukakan hijab gerbang pintu makrifat dan kasyaf (terbukanya tirai) hati anda dan anda sanggup dengan gampang menyelami samudara pengertian-pengertian sir-sir ilmunya Allah yang maha agung dan luas.
Manfaat Tasawuf
Beberapa manfaat tasawuf ialah sebagai berikut :
Membersihkan hati dalam berinteraksi dengan Allah
Melalui tasawuf, hati seseorang akan menjadi higienis sehingga dalam beriteraksi kepada Allah akan menemukan kedamaian hati dan ketenangan jiwa. Karena dalam berinteraksi dengan Allah bila tidak didasari dengan hati yang higienis maka tidak akan mencapai sasaran. [11]
Membersihkan diri dari dampak materi
Umumnya, dalam kehidupannya insan tidak hanya bisa dicukupkan oleh urusan alam abadi saja. Manusia sibuk mengejar kekayaan duniawi untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Sehingga dengan demikian orang akan lupa urusannya dengan Tuhan. Jalan yang tepat untuk menyelamatkan diri dari godaan materi ialah dengan membersihkan hati dan membentengi diri dari dampak negatif duniawi. Yaitu melalui pendekatan tasawuf. Melalui tasawuf, kecintaan seseorang yang berlebihan terhadap meteri dunia akan dibatasi. Ia akan beranggapan kalau mempunyai harta benda tidak semata mata untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya tetapi juga untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Menerangi jiwa dari kegelapan
Materi dalam kehidupan insan sangat besar pengaruhnya terhadap jiwa manusia. Sehingga tidak sedikit orang yang mengejar urusan duniawi yang mengakibatkan mereka gelap mata. Tidak sedikit orang yang ingin mendapatkan harta dengan jalan yang tidak halal. Tindakan ibarat itu tentu menjadikan gelap hati yang menjadikan insan tidak bisa mendapatkan kebenaran agama. Penyakit resah, gelisah, patah hati, cemas dan serakah sanggup disembuhkan dengan olah pemikiran agama. Khususnya dengan ilmu tasawuf, dimana ketentraman batin atau jiw yang menjadi sasarannya.
Memperteguh dan menyuburkan keyakinan agama
Keteguhan hati tidak sanggup dicapai tanpa adanya siraman jiwa. Kekuatan umat islam bukan hanya lantaran kekuatan fisik dan senjata. Namun juga mental dan spiritualnya. Banyak insan yang karam dalam kebahagiaan duniawi sehingga menggoyahkan sendi sendi keimanan. Jika pemikiran tasawuf diamalkan oleh seorang muslim maka ia akan bertambah teguh keimanannya dalam memperjusngksn Islam. [12]
Mempertinggi adab manusia
Jika hati seseorang bersih, suci, serta selalu dsinari oleh pemikiran ajaran Allah dan Rasulnya maka adab pun baik. Hal ini sejalan dengan pemikiran tasawuf yang menuntun insan untuk menjadi pribadi muslim yang mempunyai adab mulia dan sanggup menghilangkan adab tercela.
Untuk mencari tuhan
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahami kaum sufi yaitu surat al-Anfal 17, "Bukanlah kau yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang melontarkannya”.
Untuk menyatukan diri dengan Tuhan
Syekh Fadhlullah Haeri mengartikan maksud menyatukan diri dengan ilahi sebagai berikut:
Sufi melihat persatuan insan dengan Tuhan. Perbuatan insan ialah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis yang artinya, "Pada mulanya Aku ialah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenalbahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan insan saja yang bersatu dengan Tuhan.Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan insan dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf ialah berada sedekat mungkin di sisi Allah dengan mengenalnya secara eksklusif dan karam dalam ke Maha Esaan-Nya yang mutlak. Dengan kata lain, bahwa sufi yaitu seorang ego pribadinya sudah lebur dalam pelukan keabadian Allah, sehingga semua diam-diam yang membatasi dirinya dengan Allah tersingkap atau kasyaf. Dan di sisi lain hakikat tasawuf itu sendiri sama dengan tujuan tasawuf yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan.dalam pemikiran islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada insan itu tertuang dalam al-Qur’an dan hadits.
Tasawuf itu diciptakan hanya sebagai media lintasan untuk mencapai maqasid al syar’i (tujuan-tujuan syar’i). Sebagai tumpuan orang yang diperintahkan naik ke atas atap rumah, maka secara tidak eksklusif ia juga diperintahkan untuk mencari media yang sanggup dipakai untuk melaksanakan kiprah itu dengan cara menaiki tangga. Berikut tujuan tasawuf diantaranya adalah:
- Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil.
- Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit kalbu.
- Menghiasi diri (tahalli) dengan adab islam yang mulia.
- Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
- Menstabilkan kepercayaan shuhbah ilahiyah (persahabatan ketuhanan), dalam arti bahwa Allah SWT melihat hamba-hambaNya dari atas arsy dan meliputi mereka dan segala arah dengan ilmu, kekuasaan (qudrat), telinga (sama’) dan penglihatan (bashar) Nya.
- Menggapai kekuatan iman yang dulu pernah dimiliki para sahabat Rasulullah SAW, berbagi ilmu-ilmu syari’at dan meniupkan ruh kehidupannya, sehingga menghasilkan motivasi bagi kaum muslimin untuk sanggup memimpin kembali umat, baik ilmiah, pemikiran keagamaan maupun politik. Selain itu mereka juga bisa mengembalikan kepemimpinan global ke pangkuannya, baik peta politik maupun ekonomi serta sanggup menyelamatkan bangsa-bangsa yang ada dari alenasi dan kehancuran.
Pencarian yang paling banyak dicari
- hakikat tasawuf
- tasawuf dalam islam
- makalah tasawuf
- dasar ilmu tasawuf
- contoh ilmu tasawuf
- tujuan tasawuf
- ajaran tasawuf
- tasawuf pdf
Post a Comment
Post a Comment