Di final masa pembelajaran di tiap semester, sehabis para siswa menuntaskan Ujian Akhir Semester (UAS) atau Penilaian Akhir Semester (PAS). Maka para siswa tentunya mendapatkan laporan hasil mencar ilmu dari sekolahnya. Sebuah laporan berisi hasil mencar ilmu siswa tersebut selama satu semester ini. Berisi perihal banyak sekali peniliaan, dari mulai sikap, kemampuan maupun evaluasi akademik siswa. Hal itu sering kita kenal dengan masa-masa pembagian raport siswa. Para orang bau tanah dari siswa diundang untuk mendapatkan catatan hasil mencar ilmu dari anaknya masing-masing. Serta diberikan sesi pertemuan pribadi bersama gurunya. Momen dimana guru dan wali murid berinteraksi membahas perihal hasil mencar ilmu dari anaknya tersebut.
Pada momen pembagian raport siswa ini, hal yang paling sering disoroti oleh para orang bau tanah yaitu perihal nilai akademik siswa. Bisa juga membahas lebih lanjut perihal peringkat siswa. Walau banyak dari sekolah yang kini tidak memperlihatkan catatan peringkat di kelasnya masing-masing. Namun terkait hasil nilai dari ujian final semester yang telah dilakukan siswa, hal inilah yang sering dibahas. Baik itu antara orang bau tanah dan anaknya, atau bahkan dibahas antar orang tua. Hal yang kadang menciptakan miris hati sang anak yaitu ketika hasil belajarnya terlalu dibanding-bandingkan.
"Anak ini lho hasil nilainya bagus-bagus. Anak itu ternyata lebih jelek dari anak saya. Ini lho anak saya nilainya paling bagus."
Kira-kira hal menyerupai itu yang banyak kita dengar. Hingga sering kali dari pembicaraan para orang bau tanah hasilnya juga berimbas pada anaknya masing-masing.
Kira-kira hal menyerupai itu yang banyak kita dengar. Hingga sering kali dari pembicaraan para orang bau tanah hasilnya juga berimbas pada anaknya masing-masing.
Kita sebagai orang bau tanah tentunya harus menghargai hasil dari mencar ilmu anak kita. Menghargainya dengan memperlihatkan apresiasi atau semangat untuknya. Tidak terlalu menuntutnya untuk bisa sehebat anak lain. Kita tentu menyadari bahwa sekalipun ada dua orang anak dengan guru yang sama dan materi yang sama, maka hasilnya pun bisa berbeda. Setiap anak tentunya kemampuan yang berbeda-beda, kita tidak bisa mensama-ratakan secara langsung. Kita juga tidak bisa pribadi menyalahkan anak kita jikalau memang hasil belajarnya berdasarkan kita kurang bagus. Bisa jadi ada andil dari diri kita, mengapa nilai kita menjadi kurang bagus.
"Kamu ini kurang belajar! kau ini kerjaannya main-main terus! kau ini bisanya hanya malas-malasan! kau niat sekolah atau tidak, kok nilainya menyerupai ini! "
Terkadang masa-masa pembagian raport ini bisa menjadi masa-masa yang begitu angker bagi seorang anak. Dimana ia khawatir jikalau nilianya jelek akan banyak diceramahi oleh orang tuanya. Bukannya menjadi sebuah motivasi, justru hasil belajarnya menjadi materi untuk memarahi. Kita sebagai orang bau tanah adakala mengukur kemampuan anak kita dengan kemampuan diri kita sendiri. Atau membandingkannya dengan kehidupan dikala kita sekolah dahulu.
Barisan nilai, sebetulnya bukan hal tersebut yang paling penting untuk dipermasalahkan. Bahkan proses bagaimana sang anak untuk menghasilkan nilai yang sedemikan rupa itulah yang patut kita perhatikan. Bagaimana ia telah belajar, bagaimana ia telah bersikap, dan bagaimana prosesnya dalam menjalani. Jika orientasinya yaitu nilai, maka tak jarang kita temua seorang anak yang nilainya anggun namun hasil dari mencontek. Sikap anak yang menyerupai inilah yang harusnya kita perbaiki, bukan pementingan pada nilainya semata.
"Tidak apa nilaimu tak sebagus temanmu itu, terpenting kau sudah berusaha dengan keras. Tak apa nilaimu menyerupai ini, terpenting dirimu sudah jujur dalam mengerjakan."
"Tidak apa nilaimu tak sebagus temanmu itu, terpenting kau sudah berusaha dengan keras. Tak apa nilaimu menyerupai ini, terpenting dirimu sudah jujur dalam mengerjakan."
Menghargai hasil kerja kerasnya, menghargai ia yang bersedia sekolah, menghargai ia yang berjuang dalam ujiannya. Menghargai apa yang ia dapatkan dari hasil kerja kerasnya. Hal itu sebab memang sebuah proses itulah yang akan membentuk karakternya di masa depan kelak. Bukan nilai final yang kadang bisa diperoleh dengan cara simpel atau curang. Menghargainya untuk bisa menyemangatinya, menghargainya untuk gotong royong membuatnya bersemangat menjadi lebih baik. Semoga kita bisa menjadi orang bau tanah yang bisa mendidik anak dengan baik dan benar. Sehingga kita bisa melihat mereka tumbuh menjadi orang baik dalam mencapai harapannya, bukan sekadar menjadi orang yang sukses dengan segala cara.
Post a Comment
Post a Comment