-->

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Post a Comment


A.      HUKUM DASAR TERTULIS (UUD 1945)
Hukum dasar tertulis (UUD 1945) berdasarkan E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional Law, menurut sifat dan fungsinya dalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan memilih pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Dalam Trias Politica yang dikemukakan oleh Montesque, kekuasaan disuatu negara dibagi menjadi tiga, yaitu antara lain kekuasaan Legislatif, Kekuasaan Eksekutif dan kekuasaan Yudikatif. Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan dalam suatu negara yang berwewenang menciptakan dan tetapkan undang-undang. Kekuasaan direktur merupakan kekuasaan untuk menjalankan ketentuan undang-undang. Sedangkan kekuasaan Yudikatif merupakan kekuasaan yang mengawasi dan menuntaskan sengketa atau pelanggaran-pelanggaran ketentuan undang-undang.
Undang-Undang Dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara, baik kekerabatan antara lembaga-lembaga negara, negara dengan warga negara, dan negara dengan lembaga-lembaga negara. Dalam klarifikasi disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel. Jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar negara lain, Undang-Undang Dasar 1945 hanya memuat 37 pasal. Pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini mengandung makna :
1.       Telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar instruksi  kepada pemerintah sentra dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.
2.       Sifatnya yang supel (elasatis) dimaksudkan bahwa kita senantiasa ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang.
3.       Menurut Padmowahyono seluruh acara negara sanggup dikelompokkan menjadi dua macam :
a.       Penyelenggaraan kehidupan negara;
b.      Penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Sifat Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut :
1.       Oleh alasannya sifatnya tertulis, maka rumusannya terperinci merupakan suatu aturan konkret yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun mengikat bagi setiap warga negara.
2.       Sifatnya yang supel dan lentur dimaksudkan bahwa Undang-Undang Dasar memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman (dinamis).
3.       Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang sanggup dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
4.       UUD 1945 dalam tata tertib aturan Indonesia merupakan peraturan aturan konkret yang tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma aturan konkret yang lebih rendah dalam hierarki tertib aturan Indonesia.




B.      HUKUM DASAR TIDAK TERTULIS (KONVENSI)
Konvensi ialah aturan dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi mempunyai sifat:
1.       Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam penyelenggaraan negara.
2.       Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.
3.       Diterima oleh seluruh rakyat.
4.       Bersifat sebagai embel-embel sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam UUD.
Contoh-contoh konvensi ialah sebagai berikut :
1.       Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
2.       Praktek-praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi aturan dasar tidak tertulis, antara lain :
a.       Pidato kenegaraan presiden RI setiap tanggal 16 agustus di dalam sidang DPR.
b.      Pidato presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah ihwal RAPBN pada ahad pertama pada bulan januari setiap tahunnya.

Bilamana konvensi ingin dijadikan rumusan yang bersifat tertulis, maka yang berwenang ialah MPR. Rumusannya bukanlah merupakan suatu aturan dasar melainkan tertuang dalam ketetapan MPR. Konvensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis, tidak secara otomatis setingkat dengan Undang-Undang Dasar melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.

C.      KONSTITUSI
Konstitusi berasal dari bahasa Inggris “Constitution” atau dari bahasa Belanda “Constitutie”. Yang artinya ialah Undang-undang Dasar. Konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya sanggup mempunyai arti: 1. Lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar dan 2. Sama dengan pengertian UUD.
Kata konstitusi sanggup mempunyai arti lebih luas dari pada pengertian UUD, alasannya pengertian Undang-Undang Dasar hanya mencakup konstitusi tertulis saja dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam UUD.
Dalam praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia pengertian konstitusi ialah sama dengan pengertian UUD. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi RIS bagi Undang-Undang Dasar RIS.
Solly Lobis beropini bahwa konstitusi mempunyai dua pengertian yaitu konstitusi tertulis (UUD) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi). Menurut Soehino, khususnya di Indonesia, istilah Undang-Undang Dasar dipakai untuk menyebut atau menunjuk pada istilah aturan dasar. Dalam klarifikasi umum disebutkan Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari aturan dasar itu, Undang-Undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedangkan disamping Undang-Undang Dasar itu berlaku juga aturan dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
Konstitusi tidak tertulis salah satu misalnya ialah aturan adat. Hukum sopan santun ialah aturan yang bersifat mengikat meskipun tidak tertulis dan sering dijalankan serta dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak kebudayaan, sehingga aturan ini sudah tidak abnormal lagi di negara kita.     

Related Posts

Post a Comment