-->

Hukum Waris

Post a Comment

C. Hukum Waris Menurut Hukum Perdata Barat (BW)
Konsep Dasar Hukum Waris
Istilah aturan waris berasal dari bahasa Belanda Erfrecht. Pasal 830 KUH Perdata pada pada dasarnya menyebutkan bahwa Hukum Waris (erfrecht) yaitu aturan yang mengatur kedudukan aturan harta seseorang sesudah ia meninggal, terutama berpindahnya harta itu pada orang lain.
Dari ketentuan tersebut maka dalam Hukum Waris BW mengandung tiga unsur pokok, yaitu :
Orang yang meninggalkan harta warisan (erflater) ;
Harta warisan (erfernus) ;
Ahli waris (erfergenaam)
Menurut KUHPer. tidak semua jago waris secara otomatis mewarisi segala sesuatu yang dimiliki ditinggalkan oleh sipewaris.

Dasar Hukum Kewarisan Barat
Kitab Undang-Undang Hukum perdata (BW), terutama pasal 528 berbunyi :
“Ada sesuatu kebendaan, seseorang sanggup mempunyai baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai, baik hak dedikasi tanah, baik hak gadai atau hipotek”
Dari pasal tersebut menunjukkan perihal hak waris diidentikkan dengan hak kebendaan. Sedangkan ketentuan pasal 584 menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh akhirnya ditempatkan dalam Buku II BW (tentang kebendaan).21
Menurut Saatsblat 1925 Nomor 415 jo 447 yang telah diubah/ditambah dan sebagainya terakhir dengan S. 1929 No. 22 Pasal 331 jo Pasal 163, Hukum Kewarisan yang diatur dalam BW tersebut diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan mereka. Dengan demikian maka BW diberlakukan kepada, antara lain :
Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan mereka, misalnya, Inggris, Prancis, Amerika, dan termasuk orang-orang Jepang.
Orang-orang Timur Asing Tionghoa, dan
Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri.


Asas-asas Hukum Kewarisan
Dalam aturan waris berdasarkan BW mempunyai asas-asas antara lain :
Hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan aturan kekayaan harta benda saja yang sanggup diwariskan.
Apabila seorang meninggal,  maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada jago warisnya.
Ad. 1. Asas ini mengandung bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sanggup dinilai dengan uang. Oleh alasannya itu, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan aturan kekeluargaan atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian, contohnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai seorang suami atau seorang ayah tidak sanggup diwariskan.
Ad. 2. Asa tersebut tercantum dalam sebuah pepatah Perancis yang berbunyi “le mort saisit le vif”. Sedangkan pengoperan segala hak dan kewajiban dari si meninggal oleh para jago waris dinamakan dengan “saisime”, artinya tindakan penerimaan “bezit”, tetapi dianggap sebagai “eigendom” yaitu mau tidak mau, tanpa proses terimapun secara otomatis dengan janjkematian seseorang beralih harta warisan kepada jago waris.25

Menurut pasal 830 BW disebutkan adanya asas janjkematian artinya hanya alasannya janjkematian kewarisan sanggup terjadi. Selanjutnya dalam Hukum Waris BW dikenal tiga sifat yang dianut, antara lain:
Sifat Individul, artinya suatu asas dimana yang menjadi jago waris yaitu perorangan (secara pribadi) bukan kelompok ahli, suku, atau keluarga.
Sifat Bilateral, artinya sesorang tidak hanya mewarisi dari bapak saja, tetapi juga dari ibu.
Sifat Pederajatan.

Ahli Waris Menurut KUH Perdata
Pitlo, membagi jago waris menjadi empat golongan, yaitu :
Golongan pertama, mencakup suami/istri dan keturunannya ;
Golongan kedua, mencakup orang tua, saudara dan keturunan saudara ;
Golongan ketiga, mencakup kakek, nenek dan leluhur lainnya di dalam suatu genus keatas ;
Golongan keempat, mencakup sanak keluarga lainnya dalam garis menyimpang hingga derajat keenam.
D. Hukum Waris Menurut Hukum Islam
Konsep Dasar Hukum Waris Islam
Defenisi Hukum Waris Islam
Menurut ketentuan pasal 171 abjad a Kompilasi Hukum Islam, bahwa aturan kewarisan (waris) yaitu aturan yang mengatur perihal pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, memilih siapa-siapa yang berhak menjadi ahli

Related Posts

Post a Comment