-->

Pengertian Kontrak Bisnis Dan Referensi Masalah Kontrak Kerja Bidang Konstruksi

Post a Comment
BAB I 

PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang 

Hukum kontrak merupakan potongan dari aturan perikatan lantaran setiap orang yang menciptakan kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut. Era reformasi yakni era perubahan. Perubahan disegala bidang kehidupan demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Salah satunya yakni dibidang hukum. Dalam bidang hukum, diarahkan pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti kita ketahui bahwa banyak peraturan perundang-undangan kita yang masih berasal dari masa pemerintahan Hindia Belanda. 

Hukum kontrak kita masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek Bab III ihwal Perikatan (selanjutnya disebut buku III) yang masuk dan diakui oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui asas Konkordansi yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di negeri Belanda berlaku pula pada pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia), hal tersebut untuk memudahkan para pelaku bisnis eropa/ Belanda semoga lebih gampang dalam mengerti hukum. 

1.2 Rumusan Masalah 

a. Apa Pengertian Kontrak Bisnis? 
b. Salah satu teladan masalah Kontrak Bisnis? 

1.3 Tujuan Masalah 

a. Untuk memahami pengertian kontrak bisnis 
b. Untuk memahami masalah – masalah kontrak bisnis 

BAB II 
PEMBAHASAN 

2.1 Pengertian kontrak Bisnis 

Kontrak dalam pengertian luas sering dinamakan juga perjanjian, meskipun demikian istilah kontrak dan perjanjian mempunyai arti yang hampir sama. Kontrak yakni insiden dua orang atau lebih untuk saling berjanji dalam melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu perbuatan tertentu, biasanya diadakan secara tertulis. Para pihak yang melaksanakan kesepakatan wajib untuk mentaati dan melaksanakan, sehingga perjanjian tersebut mengakibatkan kekerabatan aturan yang di sebut perikatan (verbintenis). Dikarenakan kontak mengakibatkan kewajiban maka kontrak bisa disebut dengan sumber aturan formal, sedangkan asal kontrak tersebut yakni kontrak yang sah. 

Kemudian Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu persetujuan yakni suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.R. Subekti mengemukakan perjanjian yakni “suatu insiden dimana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”Menurut Salim MS, Perjanjian yakni "hubungan aturan antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek aturan yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek aturan yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.” 

A. Syarat Sahnya Kontrak 

Menurut pasal 1320 KUH Perdata kontrak yakni sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagaiberikut:
1. Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak sanggup dibatalkan, meliputi:
  • Kecakapan untuk menciptakan kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).
  • Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya. 
2. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, mencakup : 
  • Suatu hal (objek) tertentu. 
  • Sesuatu lantaran yang halal. 
Adapun akhir dari tidak terpenuhinya satu atau lebih dari syarat sahnya perjanjian adalah: 

a. Batal demi hukum 

Dalam hal ini perjanjian tersebut dianggap tidak pernah sah dan tidak pernah ada, dalam hal ini kalau tidak terpenuhi syarat objektif yaitu syarat perihal tertentu dan syarat kausa yang diperbolehkan. 

b. Dapat dibatalkan 

Dalam hal ini, perjanjian tersebut gres dianggap tidak sah kalau dibatalkan oleh yang berkepentingan, kalau terpenuhi syarat subjektif yaitu tercapainya kata sepakat dan kecakapan berbuat. 

c. Perjanjian tidak sanggup dilaksanakan. 

Dalam hal ini, perjanjian tidak sanggup dilaksanakan lantaran perjanjian ini dengan syarat pengguhan.Dan syarat tangguhan belum bisa dilaksanakan atau terwujud. 

d. Dikenakan hukuman administrative. 

Dalam hal ini, adanya hukuman administrative terhadap salah satu atau kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian lantaran tidak terpenuhinya syarat perjanjian, tetapi tidak menjadikan batalnya suatu perjanjian tersebut.

B. Asas Dalam Berkontrak 

Menurut pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari suara pasal tersebut sangat terperinci terkandung asas: 

1. Konsensualisme 

Maksudnya yakni bahwa pada asasnya suatu perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir yakni semenjak detik tercapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak dibutuhkan suatu formalitas. Ini berarti bahwa perjanjian itu lahir semenjak kata sepakat telah tercapai, walaupun dalam pelaksanaannya Undang-undang menetapkan tetap adanya suatu formalitas tertentu. Misalnya adanya keharusan menuangkan perjanjian kedalam bentuk tertulis atau dengan sertifikat notaris. Sedangkan guna perjanjian dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu yakni dalam hal sebagai alat bukti. 

2. Kebebasan Berkontrak 

Maksudnya yakni bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja baik sudah ataupun belum diatur oleh Undang-undang, bebas untuk tidak mengadakan perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa pun dan juga bebas untuk memilih isi, syarat dan luasnya perjanjian. Kebebasan dalam asas ini asalkan tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, tidak melanggar kepentingan umum dan kesusilaan. 

3. Pacta sunt servada, 

Asas ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibentuk secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal tersebut berarti bahwa para pihak mempunyai keterikatan pada perjanjian yang mereka buat. 

C. Sumber Hukum Kontrak 

1. Persetujuan para pihak kontrak. 
2. Undang-undang, selanjutnya yang lahir dari UU ini sanggup dibagi: 
- Undang-undang saja. 
- UU lantaran suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari UU lantaran suatu perbuatan sanggup dibagi: 
  • Yang dibolehkan (zaakwarnaming) 
  • Yang berlawanan dengan hukum, contohnya seseorang yang membocorkan diam-diam perusahaan, meskipun dalam kontrak kerja tidak disebutkan, perusahaan sanggup saja menuntut karyawan tersebut lantaran perbuatan itu oleh UU termasuk perbuatan yang melawan hokum (onrechtmatige daad), untuk hal ini sanggup dilihat Pasal 1365 KUH Perdata. 

D. Macam-macam kontrak dan Berakhirnya Kontrak 

1. Macam-macam kontrak 

a) Perjanjian Kredit 

Kredit yakni penyediaan uang atau tagihan yang bisa dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank (kreditor) dengan pihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya sehabis jangka waktu tertentu dengan proteksi bunga.
Dari uraian diatas sanggup dibedakan dua kelompok perjanjian kredit yaitu : 
• Perjanjian kredit uang. (contoh : perjanjian kartu kredit) 
• Perjanjian kredit barang. (contoh : perjanjian sewa beli, perjanjian sewa guna usaha). 

b) Perjanjian Leasing (kredit barang) 

Leasing berasal dari kata leas (dalam bahasa inggris) yakni perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli sehabis angsuran lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/11/1980). 
Cirri-ciri pokok leasing 
  • Hak milik atas barang gres beralih sehabis lunas pembayaran, berarti selama kurun waktu kontrak berjalan hak milik masih menjadi hak lessor. Hal ini berbeda dengan perjanjian pembiayaan untuk jual belibarang. 
  • Sewaktu-waktu lessor sanggup membatalkan kontrak bila lessee lalai. 
  • Leasing bukan perjanjian kredit murni, namun cenderung perjanjian kredit dengan jaminan terselubung. 
  • Ada pendaftaran kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari perjanjian jaminan. 

c) Perjanjian Keagenan dan Distributor 

Agen yakni perusahaan nasional yang menjalankan keagenan, sedangkan keagenanadalah kekerabatan aturan antara pemegang brand (principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melaksanakan perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan / distribusi barang modal atau produk industri tertentu. 

- Hubungan aturan keagenan 

Hubungan aturan antara distributor dengan principal merupakan merupakan kekerabatan yang dibangun melalui prosedur layanan lepas jual, disini hak milik atas produk yang dijual oleh distributor tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpindah kepada agen, lantaran pada prinsipnya distributor telah membeli produk dari principal. 

d) Perjanjian Franchising dan Lisensi 

Franchise yakni pemilik dari sebuah brand dagang, nama dagang, sebuah diam-diam dagang, paten, atau produk (biasanya disebut “franchisor”) yang menawarkan lisensi ke pihak lain biasanya disebut (franchisee) untuk menjual atau member pelayanan dari produk di bawah nama franchisor. Franchisee biasanya membayar semacam fee (royalti) kepada franchisor terhadap aktifitas yang mereka lakukan. Franchisee dan franchisor merupakan dua pihak yang terpisah satu dengan yang lainnya. 

- Berakhirnya Kontrak 

Kontrak sanggup berakhir karena: 
  • Pembayaran 
  • Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu disuatu tempat 
  • Pembaruan utang 
  • Kompensasi 
  • Percampuran utang 
  • Pembebasan utang 
  • Hapusnya produk yang dimasukkan dalam kontrak 
  • Pembatalan kontrak 


  • Akibat berlakunya syarat abolisi dan lewat waktu

2.2 Contoh Kasus Kontrak Kerja Bidang Konstruksi 

KASUS PERJUANGAN BURUH KONTRAK (KASUS PEKERJA KONTRAK DI PT. FRAMAS INDONESIA) 

- FENOMENA KERJA KONTRAK DI INDONESIA 

Memasuki kurun ke-20, kapitalisme telah memasuki tahap tertinggi dan terakhir berjulukan imperialisme (kerajaan kapital monopoli dalam skala dunia). Dan saat panah waktu bergerak ke kurun ke-21, kita menjadi saksi hidup dari krisis demi krisis yang menimpa imperialisme yang kian kronis. 

Seiring perkembangan waktu, kapitalisme semakin renta dan tidak cocok dengan semangat pembaruan zaman lagi. Akar dari krisis ini terletak di dalam sistem kapitalisme itu sendiri; overproduksi barang-barang bertehnologi tinggi dan persenjataan militer, krisis energi lantaran kerakusan mereka sendiri, krisis keuangan (financial) lantaran praktek manipulasi mereka sendiri, anarkhi produksi serta perebutan pasar dunia bagi barang komoditas di kalangan kekuatan imperialisme sendiri juga. 

Krisis umum imperialisme pada kurun ke-21 ini telah semakin memperjelas tabiat mereka yang sesungguhnya; perampok yang rakus dan barbar, terorisme negara yang getol mengobarkan perang agresi, dan kehancuran sosial di seluruh dunia. Sistem kapitalisme telah melewati masa-masa keemasannya. 

Dunia kapitalis tidak akan mendapati lagi kemunculan negeri-negeri persemakmuran (welfare-state) sebagaimana terjadi pada era booming kemakmuran tahun 1980-an. Pemangkasan subsidi sosial, kesehatan, pendidikan, dsb, menjadi kenyataan pahit bagi rakyat di tengah kondisi penghidupan yang semakin dimiskinkan; baik di negeri-negeri maju belahan Utara maupun negeri-negeri bergantung di belahan Selatan. 

Disebabkan oleh kedudukannya sebagai negeri-negeri yang bergantung pada imperialisme, krisis umum imperialisme mempunyai efek pribadi terhadap negeri setengah-jajahan menyerupai Indonesia. Secara obyektif, kedudukan negeri-negeri jajahan/setengah-jajahan dan setengah feodal yang tersebar di aneka macam belahan dunia merupakan basis sosial bagi imperialisme. 

Negeri-negeri tersebut diperintah oleh rezim-rezim komprador (kaki-tangan) yang melayani kepentingan imperialisme dengan mengeluarkan aneka macam peraturan/perundang-undangan untuk mengeksploitasi kekayaan alam dan rakyat negerinya. 

Demikianlah kenyataannya, rezim-rezim komprador Republik Indonesia yang tiba silih berganti; masih dengan setia diperbudak oleh Imperialisme dengan menerbitkan aneka macam perundang-undangan betapa pun paket peraturan tersebut bertentangan dengan semangat UUD-1945 yang jelas-jelas mempunyai tabiat anti-imperialisme (kolonialisme). Namun penjebolan atas Undang-Undang Dasar 1945 yang lahir dari usaha revolusi nasional anti kolonialisme tersebut telah benar-benar dilakukan oleh rezim-rezim komprador semenjak zaman Suharto sampai SBY-Budiono. 

Dengan motif hakiki untuk melayani kepentingan imperialisme dan kelas borjuasi komperador dalam negeri (domestik), pemerintah komprador Republik Indonesia yang diwakili oleh klik SBY-budiono berusaha melaksanakan revisi paket UU 13/2003. Undang-undang yang sudah menindas dan anti-buruh ini akan segera di revisi oleh rezim komperador pengabdi setia Imperialis . 

UUK 13/2003 yang selama ini telah menjadi alat legal bagi pengusaha dalam hal penggunaan buruh kontrak dan outsourcing akan segera di revisi, akan tetapi draf revisi tersebut justru memperkuat kedudukan dari penggunaan sistem kerja kontrak dan outsourcing di Indonesia. Meskipun selama ini rencana tersebut mendapat perlawanan andal dari kelas buruh Indonesia di mana ratusan ribu buruh turun ke jalan untuk menolaknya. 

Namun perlawanan buruh tersebut belum bisa menggagalkan Rencana revisi UU 13/2003 dan hanya berhasil menunda pengesahahannya, akan tetapi di dalam prakteknya hampir di semua perusahaan telah memakai buruh kontrak dan outsourcing tanpa ada batas-batas ketentuan sama sekali sebagaimana di atur dalam undang-undang tersebut. 

Bila kita membedah UU tersebut, khususnya pada potongan IX pasal 58 dan 59, perihal sistem kerja kontrak dinyatakan secara tegas, bahwa buruh Kontrak - dalam istilah UU 13/2003 disebut sebagai PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) hanya sanggup dilaksanakan dengan ketentuan: pekerjaan yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu paling usang 3 tahun, pekerjaan musiman; atau pekerjaan yang bekerjasama dengan produk dan aktivitas baru, atau produk komplemen yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 

Intinya dilarang ada sistem kerja kontrak pada pekerjaan yang bersifat tetap. Namun kenyataan faktual di lapangan berjalan penuh manipulasi. Majikan dan kaki tangannya di pabrik yang penuh trik-trik culas, telah mempraktekkan aneka macam manipulasi sekian lama. 

Dalam praktek buruh kontrak, apa yang dalam teks perundang-undang hanya diperbolehkan untuk jenis pekerjaan produksi tertentu (lihat pasal 58-59), namun dalam lapangan prakteknya pihak perusahaan sudah menginjak-injak undang-undang yang berlaku tersebut. Sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan buruh, bahwa pekerjaan produksi utama sekarang sudah dikerjakan oleh buruh kontrak. 

Bahkan di banyak pabrik lebih banyak didominasi buruhnya yakni buruh kontrak. Artinya, buruh kontrak telah menjadi fenomena massal yang mengerjakan bagian-bagian produksi utama yang semestinya dikerjakan oleh buruh tetap. Bila ada investigasi dari Dinas Tenaga Kerja Pemerintah setempat, mereka disembunyikan atau dipaksa membisu semoga tidak tertangkap berair sebagai buruh yang berstatus kontrak. Dengan suap dan manipulasi, problem buruh kontrak mereka sembunyikan di bawah karpet. 

Dalam aneka macam keadaan, sistem buruh kontrak juga menjadi alat pemecah belah di dalam kekuatan buruh. Meskipun sama-sama menjadi buruh, antara buruh tetap dan buruh kontrak muncul perasaan seperti mempunyai status yang ‘lebih’ dan yang ‘kurang’ di antara mereka. 

Banyak buruh tetap yang ‘merasa aman’ kemudian bersikap pasif dalam usaha lantaran tak mau kehilangan ‘status aman’-nya yang relatif tersebut. sedangkan di pihak buruh kontrak merasa cemburu dengan beban pekerjaan yang sama, namun tidak mendapat hak-hak sosial-ekonomi yang dijamin perusahaan. Politik pecah belah sistem kapitalisme tidak hanya dalam hal pembagian kerja (devision of labour) semata, namun sudah berkembang pembagian status menyerupai ‘buruh tetap’ dan ‘buruh kontrak’. Bila tidak kita sikapi dengan propaganda yang tepat, soal-soal konkrit semacam ini akan menjadi pemecah-belah yang akan semakin melemahkan kekuatan dan persatuan buruh. 

- PELANGGARAN KONTRAK DI PT. FRAMAS 

Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon PT Panarub, lagi lagi sebuah perusahaan subkontraktor Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi memPHK 300 pekerja tanpa mengikuti aturan aturan ketenagakerjaan yang berlaku. PT Framas berdalih bahwa para pekerja telah melebihi durasi kontrak , PT Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak kerja dan melanggar semua hak para pekerja. PT Framas melaksanakan 3 bulan kontrak kerja dan terus memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3 bulan, selama lebih dari 3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak diperpanjang dan mereka semua kehilangan pekerjaan tanpa pesangon. 

Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja berkepanjangan yang tidak sesuai ketentuan aturan tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan kerja. Dan pada akhirnya, mereka dipecat secara tidak adil. Dari 300 pekerja, lantaran PT Framas melaksanakan intimidasi dan tekanan, maka hanya 40 orang pekerja menetapkan untuk memperjuangkan nasib mereka. 

Para pekerja ini, sebagian besar yakni para pekerja yang tidak berserikat, sebagian lagi merupakan anggota sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun berdasarkan para anggotanya tidak mau memperjuangkan nasib mereka. Proses bipartite dan aksi telah dilakukan oleh para pekerja yang didampingin oleh TURC. Pihak pengusaha secara terang-terang telah mengakui bahwa mereka memang melanggar ketentuan aturan mengenai kontrak namun tidak ada upaya untuk memperbaiki. Setalah proses bipartite tidak membuahkan hasil, para pekerja menempuh proses penyelesaian masalah kekerabatan industrial , dengan meminta Dinas Tenaga Kerja Daerah Bekasi untuk menjadi perantara antara pekerja dan perusahaan. 

Proses ini juga disertai desakan kepada brand, yaitu Adidas pada tanggal aksi di depan Kantor Adidas Indonesia, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta Selatan 12920 pada 18 Maret, 2013 pukul 12.00 WIB. Dalam aksi tersebut para pekerja memberikan tuntutan antara lain, 
  • Adidas menekan PT Framas untuk menjamin hak-hak pekerja dan menaati aturan ketenagakerjaan yang berlaku. 
  • Mempekerjakan kembali buruh kontrak yang dipecat sebagai pekerja tetap 
  • Keselamatan dan kesehatan di daerah kerja harus dijamin 
  • Menghilangkan praktek union busting yang dilakukan oleh PT Framas 
Dari aksi tersebut , manager adidas Indonesia berjanji untuk menjembatani permasalahan yang ada dengan PT Adidas. Sampai goresan pena ini diturunkan, proses mediasi masih berjalan dan menunggu adanya anjuran dari mediator.

BAB III 
PENUTUP 
3.1 Kesimpulan 

Kontrak yakni insiden di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Suatu perjanjian yakni suatu insiden di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 

Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu kekerabatan hukum, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan aturan itulah yang mengakibatkan adanya kekerabatan aturan perikatan, sehingga sanggup dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan. 

Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain: 
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 
  2. Kecakapan untuk menciptakan suatu perikatan. 
  3. Mengenai suatu hal tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. 
Pelaksanaan perjajian sendiri yakni realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Sedangkan dalam abolisi sendiri terjadi lantaran tidak memenuhi syarat subyektif, dan lantaran adanya wanprestasi dari debitur. 

Perjanjian (Kontrak) baik di dunia bisnis maupun non bisnis ialah hal yang sangat penting untuk diperhatikan lantaran menyangkut sebuah kepastian, kejujuran, konsisten terhadap apa yang telah di sepakati dan hasil apa yang telah disepakati bekerjasama dengan rekan/pihak yang berkontrak dengan kita, baik maupun jelek hasil kontrak terebut. 

3.2 Saran 

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya penulis mencoba memberi saran demi kemajuan aturan perjanjian Indonesia, yaitu : 

1. Keberanian hakim Indonesia untuk menciptakan sebuah inovasi aturan gres harus lebih ditonjolkan menyerupai halnya hakim-hakim di negara-negara dengan sistem hokum common law. Bila tidak demikian maka saat ada sebuah masalah dimana hukumnya tidak ada atau tidak terperinci maka keragu - raguan hakim untuk menciptakan sebuah inovasi aturan akan berakibat tidak terwujudnya keadilan bagi pihak yang dirugikan. 

2. Indonesia perlu untuk menciptakan kodifikasi aturan perdata nasionalnya sendiri yang baru. Hukum perdata Indonesia secara umum masih berdasarkan pada BW usang peninggalan zaman kolonial Belanda yang dirancang sebelum tahun 1848. Ketentuan aturan yang dibentuk pada era tersebut terperinci tertinggal dalam mengikuti perkembangan aturan perjanjian dunia di era modern ini. 

3. Para pembentuk undang-undang kita harus sering melaksanakan perbandingan aturan dengan negara-negara lain, khususnya dengan negara-negara dimana tertib hukumnya sudah baik dan budaya hukumnya sudah maju. Perbandingan aturan dengan negara-negara maju yakni sebuah metode pembelajaran yang sangat baik untuk mengevaluasi kekurangan-kekurangan yang ada pada aturan positif Indonesia. 

DAFTAR PUSTAKA 

Saliman, Abdul Rasyid. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Prenada Media. Ibrahim, Johannes & Sewu, Lindawaty. 2003. Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern. Bandung: Refika Aditama. 

Abdullah, Junaidi. 2010. Aspek Hukum dalam Bisnis. Kudus: Nora Media Enterprise. 

Undang - Undang yang Terkait

Pada potongan IX pasal 58 dan 59, perihal sistem kerja kontrak dinyatakan secara tegas, bahwa buruh Kontrak - dalam istilah UU 13/2003 disebut sebagai PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) hanya sanggup dilaksanakan dengan ketentuan. 

Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Related Posts

Post a Comment