-->

Sumber-Sumber Hukum

Post a Comment
SUMBER-SUMBER HUKUM 

Sumber aturan ialah segala sesuatu yang telah menimbulkan aturan-aturan yang memiliki kekuatan yang bersifat memaksa, artinya yaitu aturan-aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan hukuman yang tegas dan nyata. Sumber aturan sanggup dibedakan kedalam dua bagian, yaitu sumber aturan dalam arti material dan sumber aturan dalam arti formal.
  • 1. Sumber Hukum Material
Yaitu suatu keyakinan aturan individu selaku anggota masyarakat dan pendapat umum yang memilih isi aturan yang sanggup menghipnotis pembentukan hukum. Sumber-sumber aturan material sanggup ditinjau dari pelbagai sudut, contohnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan lain sebagainya.
  • 2. Sumber Hukum Formal
Yaitu suatu bentuk yang mengakibatkan aturan berlaku umum atau kenyataan dimana kita sanggup menemukan aturan yang berlaku. Sumber-sumber aturan formal antara lain ialah :
a. Undang-Undang (statue)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
d. Traktat (treaty)
e. Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)
  • a. Undang-undang (statue)
Undang-undang merupakan referensi dari aturan tertulis yaitu suatu peraturan negara yang memiliki kekuatan aturan yang mengikat masyarakat umum, yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan dipelihara oleh penguasa negara. Dari pengertian tersebut, bahwa undang-undang itu memiliki dua macam arti, yaitu sebagai berikut :
Undang-undang dalam arti material, yaitu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh negara atau setiap keputusan pemerintah yang berdasarkan isinya mengikat pribadi setiap penduduknya. Misalnya , Ketetapan MPR, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU), Keputusan Presiden (KEPRES), Peraturan Pemerintah (PERDA), dll.
Undang-undang dalam arti formal yaitu setiap peraturan negara yang alasannya ialah bentuknya disebut Undang-undang atau dengan kata lain setiap keputusan Pemerintah yang merupakan Undang-undang alasannya ialah cara pembuatannya, contohnya dibentuk oleh Pemerintah bahu-membahu dengan dewan legislatif atau dewan perwakilan rakyat (pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Dasar 45).
Perbedaan dari keduanya tersebut terletak dari pada sudut peninjauannya. Undang-undang dalam arti material ditinjau dari sudut isinya yang mengikat umum, sedangkan Undang-undang dalam arti formal ditinjau dari segi pembuatan dan bentuknya. Untuk memudahkan dalam membedakan kedua macam pengertian Undang-undang tersebut, maka Undang-undang dalam arti material biasanya digunakan dengan istilah peraturan, sedangkan Undang-undang dalam arti formal disebut dengan Undang-undang.
  • b. Kebiasaan (custom)
Kebiasaan pada hakikatnya ialah perbuatan insan yang tetap dilakukan dengan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tersebut selalu berulang-ulang dilakukan oleh masyarakat dengan sedemikian rupa, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan aturan (hukum tak tertulis) yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Dalam hal ini kebiasaan ialah semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat. Contoh, apabila seorang komisioner sekali mendapatkan 10% dari hasil penjualan atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang dan juga komisioner yang lainpun mendapatkan upah yang sama yaitu 10% maka oleh alasannya ialah itu timbul suatu kebiasaan yang lambat laun menjelma aturan kebiasaan (hukum tak tertulis).

  • c. Keputusan Hakim (Jurisprudensi)
Jurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu yang yang sering diikuti atas dasar keputusan dan dijadikan fatwa oleh hakim-hakim lain dalam menetapkan kasus yang sama. Adapun ketentuan-ketentuan umum perihal peraturan perundangan untuk Indonesia pada zaman Hindia Belanda ialah "Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia" yan disingkat A.B yang dikeluarkan pada tanggal 30 april 1847, yang termuat dalam Staatsblad 1847 N0. 23 dan sampai dikala ini masih berlaku berdasarkan pasal 11 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan "Segala tubuh negara dan peraturan yang ada masih pribadi berlaku selama belum diadakan yang gres berdasarkan Undang-Undang Dasar ini".

Menurut pasal 22 A.B. Hakim yang menolak untuk menuntaskan suatu kasus dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan, tidak menyebutkan, tidak terperinci atau tidak lengkap, maka ia sanggup dituntut untuk dieksekusi alasannya ialah menolak mengadili. Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah bahwa seorang hakim memiliki hak untuk menciptakan peraturan sendiri dalam menuntaskan suatu perkara. Dengan demikian, apabila dalam undang-undang ataupun kebiasaan tidak memberi peraturan yang sanggup dipakainya dalam menuntaskan perkara, maka hakim haruslah menciptakan peraturan sendiri.

Berdasarkan pasal 22 A.B., maka telah menjadi dasar bagi keputusan hakim lainnya untuk mengadili kasus yang serupa dan keputusan hakim tersebut kemudian menjadi sumber hakim bagi pengadilan dan Keputusan Hakim yang demikian disebut aturan Jurisprudensi.

  • d. Traktat (Treaty)
Apabila dua orang mengadakan kata setuju perihal suatu hal, maka mereka itu mengadakan perjanjian dari para pihak yang bersangkutan untuk terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan dalam kesepakatan. Hal ini disebut Pacta Sunt Servanda yang berarti, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.

Traktat ialah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara atau lebih. Jika Traktak diadakan hanya oleh dua negara maka disebut Traktat Bilateral, contohnya perjanjian Internasional yang dilakukan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Cina perihal "Dwi-Kewarganegaraan", sedangkan jikalau Traktat diadakan oleh lebih dari dua negara maka Traktat itu disebut Traktat Multilateral, contohnya perjanjian Internasional perihal pertahanan bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa. Apabila dalam Traktat Multilateral telah memperlihatkan kesempatan kepada negara-negara yang pada permulaan tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya, maka traktat tersebut ialah Traktat Kolektif atau Traktat Terbuka, contohnya Piagam Perserikatan Bnagsa-Bangsa.

  • e. Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)
Dalam Jurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seorang dari beberapa orang sarjana aturan yang populer dalam ilmu pengetahuan hukum. Beberapa keputusan hakim yang  bisa kita lihat dalam penetapan yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering mengutip pendapat seseorang sarjana aturan mengenai permasalahan yang harus diselesaikannya.

Dalam hubungan Internasional bahwa setiap pendapat-pendapat para sarjana aturan memiliki efek besar yang merupakan sumber aturan yang sangat penting bagi aturan Internasional. Telah diakui dalam Piagam Mahkamah Internasional (Statue of the Internasional Court of Justice) pasal 38 ayat I, yaitu bahwa dalam menimbang dan memutus suatu perselisihan sanggup mempergunakan beberapa fatwa yang antara lain ialah :

a. Perjanjian-perjanjian Internasional (International conventions)
b. Kebiasaan-kebiasaan Internasional (International customs)
c. Asas-asas aturan yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The general principles of law recognised by civilised nations)

Related Posts

Post a Comment