-->

Mirisnya Aturan Di Indonesia

Post a Comment
MIRISNYA HUKUM DI INDONESIA


   

Hukum ialah seperangkat aturan yang di buat oleh penegak-penegak aturan yang berisikan perintah dan larangan yang bersifat mengikat dan memaksa yang harus di patuhi dan di jalankan dan apabila di adu akan mendapat sanksi. Hukum telah kita kenal semenjak usang sekali, bahkan telah menghipnotis peradaban insan di muka bumi. Hukum bersifat mengatur dan mengontrol kehidupan masyarakat. Mulai dari mengatur hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun individu dengan negara. Hukum dapat di bilang sukses dan berhasil apabila tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
           Berbicara mengenai aturan tidak terlepas dari subjek dan objek hukum. Subjek aturan berupa orang dan badan-badan hukum. Sedangkan objek aturan ialah segala sesuatu yang menjadi target pengaturan hukum, yang segala hak dan kewajiban subjek hukum.  Itu artinya aturan berperan besar di dalam kehidupan.
           Indonesia ialah negara hukum. Hal ini tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi "negara indonesia ialah negara hukum". Artinya baik itu KUHP, KUHPerdata berlaku di Indonesia. Indonesia menganut aturan yang sama dengan BW milik Belanda. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh Belanda terhadap Indonesia dan juga Indonesia merupakan negara bekas jajahan Belanda.
         Jika negara Indonesia ialah negara hukum, maka terlintas di benak kita bahwa negara Indonesia ialah negara yang tenang dan berkeadilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Mereka yang melanggar aturan akan di berikan hukuman sesuai yang telah di tetapkan.
          Namun tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Tidak semuanya memperoleh keadilan dan kepastian hukum. Hingga kita selalu mendengar istilah bahwa aturan di Indonesia ini "tajam di bawah dan tumpul di atas". Lalu, apakah maksud dari istilah tersebut? Kata "di bawah" mengatakan orang-orang yang tidak berada (miskin), sedangkan kata "di atas" mengatakan orang-orang yang berada (kaya). Kaprikornus maksud istilah tersebut ialah aturan hanya berlaku bagi orang-orang miskin dan tidak berlaku bagi orang-orang kaya.
          Inilah yang kini terjadi dan melanda di Indonesia. Yang katanya Indonesia ialah negara hukum. Lalu, mengapa tidak berjalan sesuai dengan apa yang telah di tetapkan?. Maraknya korupsi di kalangan pejabat kasatmata menjadi bukti kasatmata ketidakampuhan aturan di Indonesia. Mereka yang menikmati dan rakyat yang dirugi. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita pada umunya dan bagi pemerintah khususnya. Tidak hanya korupsi, tetapi juga pengadaan, pembersihan uang, pemalsuan. Lantas, dimanakah letak kekuatan aturan yang katanya bersifat memaksa dan mengikat? Sungguh ironis dengan apa yang terjadi.
        Menurut Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti yang pada ketika itu masih menjadi Kapolri bertekad untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Salah satu caranya dengan memutuskan standard operating procedure (SOP) terhadap penanganan kasus yang menjerat, antara lain, kaum miskin, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
"Kasus-kasus yang mengusik rasa keadilan itu sudah saya instruksikan dengan penanganan khusus. Instruksinya tegas. Misalnya, masalah Nenek Asyani. Ke depan mudah-mudahan tidak ada lagi itu yang menyerupai itu," ujar Badrodin ketika berbincang santai dengan wartawan di ruangannya, Kamis (23/4/2015).
        Jika menemukan masalah serupa dengan Nenek Asyani, polisi wajib melaksanakan mediasi antara pelaku dan korban dengan melibatkan tokoh masyarakat, menyerupai kepala desa atau tokoh agama. Tujuan mediasi ialah demi memberi pemahaman aturan kepada si pelaku dan korban yang berorientasi pada jalur damai. Artinya, kasus itu tidak dibawa ke jalur hukum.
"Tujuan dari gelar kasus bersama itu ialah memperjelas pokok persoalan. Salah satunya dilihat, apakah ada solusi lain selain menempuh jalur aturan atau tidak," ujar Badrodin.
         Berbeda dengan mereka yang tidak mempunyai apa-apa. Hukum seakan-akan menjadi pedang yang tajam yang siap menebas siapa saja yang melanggarnya. Mungkin kita masih ingat dengan nenek Asyani yang divonis 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan denda Rp. 500.000.000 alasannya ialah mencuri kayu. Atau si anak yang mencuri sandal jepit sampai menghebohkan kita. Mereka di aturan dengan tidak layak dan tidak sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Dimanakah letak keadilan? Keadilan yang selalu di damba-dambakan oleh semua orang. Keadilan yang terperinci tercantum di dalam Pancasila. Mengapa aturan di Indonesia begitu kejam bagi rakyat biasa? Sungguh mirisnya aturan di Indonesia.
       Ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk bersikap adil. Tanpa memandang status dan selalu berpikiran bahwa kita ini sama tanpa ada perbedaan dan pengecualian di mata hukum. Apa yang kita lihat dan dengar mengenai aturan di Indonesia harus diselediki terlebih dahulu. Apakah benar gosip yang gres anda terima. Langkah selanjutnya ialah meneylidiki apa yang terjadi. Jika memang benar segera melapor ke pihak yang berwewenang. Jangan melaksanakan tindakan semena-mena, alasannya ialah kita ini sama dihadapan hukum.

Related Posts

Post a Comment